RariaMedia.com – Belakangan ini sedang ramai dibahas mengenai adanya kurikulum 2022 di media sosial. Kabarnya kurikulum 2022 tidak lagi menggunakan penjurusan kelas IPS, IPA, dan Bahasa bagi pelajar SMA.
Terkait hal tersebut Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Assesmen Pendidikan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Anindito Aditomo memberikan penjelasannya.
“Kurikulum tersebut akan lebih berfokus pada materi yang esensial, tidak terlalu padat materi. Ini penting agar guru punya waktu untuk pengembangan karakter dan kompetensi. Bukan sekadar kejar tayang materi yang ada di buku teks,” ujar Anadito Aditomo melalui akun Instagramnya @ninoaditomo.
Dalam kurikulum baru yang bernama prototipe tersebut, siswa kelas 11 dan 12 tidak lagi memilih jurusan IPA, IPS atau Bahasa. Peserta didik diberi kebebasan untuk memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat dan aspirasi mereka. Artinya siswa dapat memilih mata pelajaran yang sesuai dengan jenjang karier mereka.
Meski demikian, terdapat mata pelajaran wajib yang harus tetap dipelajari oleh peserta didik. Mata pelajaran wajib tersebut adalah Pendidikan Agama, PKN, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Seni Musik, Penjaskes dan Sejarah.
Artinya, bila seorang siswa berminat menjadi dokter, maka ia bisa memilih mata pelajaran tambahan yang sesuai minatnya seperti Biologi, Kimia, dan lainnya. Namun, siswa tetap akan mendapat pendampingan dari guru BK untuk berkoordinasi mengenai minat dan mata pelajaran yang akan diambilnya.
Dalam kurikulum prototipe, siswa diharuskan mengambil 18 jam pelajaran wajib dan 20 jam pelajaran pilihan per minggu.
Namun, saat masih di kelas 10, siswa akan tetap mengikuti mata pelajaran umum yang sama dengan di SMP. Sekolah dapat menentukan pengorganisasian pembelajaran IPA atau IPS.
Nantinya kurikulum ini akan ditawarkan kepada semua sekolah, namun kurikulum prototipe hanya akan diterapkan di satuan pendidikan yang berminat menggunakannya sebagai sebagai alat untuk transformasi pembelajaran.
Rencananya, kurikulum prototipe tersebut mulai diujicobakan pada 2500-an sekolah di seluruh Indonesia melalui Program Sekolah Penggerak. Namun, Nino mengatakan bahwa kurikulum ini akan bersifat opsional.