RariaMedia.com – Bagaimana yang terjadi jika dua insan berbeda ras, suku, dan bahkan kebangsaan, saling jatuh cinta? Segala halangan akan ditembusnya. Mesti itu artinya, mereka harus melawan hukum yang ada. Mereka harus siap menghadapi banyak masalah dan drama menghadang di hadapan mereka.
Kisah cinta itulah yang dialami oleh Minke dan Annelies Mellema dalam film Bumi Manusia. Film yang diangkat dari novel berjudul sama karya Pramoedya Ananta Toer.
Sinopsis Film
Minke (Iqbaal Ramadhan) sangat mengagumi kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban Eropa. Hal ini membuat dirinya mengenyam pendidikan di sekolah Belanda, Hoogere Burgerschool (HBS). Di HBS, Minke mempelajari beragam hal tentang Eropa, termasuk belajar menulis. Di sana pula, Minke bertemu dengan Robert Suurhorf (Jerome Kurnia), siswa HBS teman Minke yang angkuh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Suatu hari, Suurhof mengajak Minke ke rumah salah satu temannya yang kaya dan memiliki pertanian sangat luas, yakni Robert Mellema (Giorgino Abraham). Robert Mellema sangat tak suka dengan Minke dan menyuruh Minke duduk berjauhan di kala ia dan Suurhof dengan berbincang.
Tak sengaja, di sana ia bertemu dengan Annelies Mellema (Mawar Eva de Jongh), adik Robert Mellema, anak dari seorang Belanda bernama Herman Mellema (Peter Sterk) dengan seorang gundik, yang jarang keluar rumah dan tak punya teman. Annelies dengan sangat senang hati menjamu Minke dan memperkenalkannya ke sang mama, Nyai Ontosoroh (Sha Ine Febriyanti).
Pertemuannya dengan Annelies membuat Minke langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Tanpa Minke sadari, usai pertemuan pertamanya dengan Annelies itu, hidupnya tak akan pernah sama lagi seperti dulu.
Gambaran Jujur Kondisi Bangsa Indonesia Sebelum Merdeka
Meskipun film Bumi Manusia secara garis besar bertema kisah cinta antara Minke dan Annelies Mellema, namun film ini bisa menggambarkan secara jujur bagaimana kondisi bangsa Indonesia di masa sebelum kemerdekaan.
Pada masa itu, rakyat Indonesia seolah menjadi tamu di rumah sendiri. Semua jabatan penting, seperti di kepolisian, pejabat daerah setingkat gubernur, hingga hakim pengadilan dikuasai oleh orang Belanda. Sementara warga Indonesia sendiri pada masa itu hanya bekerja sebagai pekerja kasar dan rendahan yang sering diremehkan oleh orang Belanda.
Tidak hanya itu, potret sosial warga Indonesia juga tervisualisasi dengan jelas melalui film ini. Bagaimana perempuan sering diperlakukan tidak adil, dirampas haknya untuk menjadi gundik (nyai) demi kepentingan segelintir orang.
Melihat kondisi bangsa Indonesia yang tergambar dalam Bumi Manusia membuat kita patut bersyukur hidup pada zaman kemerdekaan seperti saat ini. Sehingga kita tidak perlu merasakan bagaimana sulitnya hidup dan terbatasnya mengembangkan diri pada masa itu.
Totalitas Para Pemain yang Luar Biasa
Salah satu hal yang patut diacungi jempol dalam film ini adalah totalitas para pemain dalam memerankan masing-masing peran yang diberikan. Beberapa aktris dan aktor bahkan harus menguasai empat bahasa sekaligus demi mendalami peran mereka. Iqbaal Ramadhan, Mawar Eva de Jongh, Giorgino Abraham, dan Bryan Dormani misalnya, mereka harus memahami bahasa Indonesia, Belanda, Inggris dan Jawa demi peran mereka.
Selain para artis muda tersebut, akting Sha Ine Febriyanti sebagai Nyai Ontosoroh juga sangat luar biasa. Sebagai sosok yang paling berpengaruh dalam film, Ine bisa membuat kita bahagia saat melihat anaknya menikah, bisa membuat kita merasakan bagaimana perjuangan Nyai Ontosoroh dan merasakan sedih yang teramat dalam saat Nyai Ontosoroh kehilangan anaknya.
Halaman : 1 2 Selanjutnya