Hasil tersebut akan menunjukkan kepada guru-guru, siswa mana saja yang membutuhkan bantuan ekstra supaya kualitasnya bisa sesuai target. Alasan kedua, asesmen di tengah jenjang diterapkan agar tak ada lagi ujian akhir yang bisa membuat stres para siswa dan orang tua.
Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter akan dilakukan dengan bantuan organisasi dalam negeri dan luar negeri, termasuk Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dan Bank Dunia (World Bank).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
3. Dokumen Rencana Pembelajaran Cukup Satu Halaman
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) memuat 11 komponen meliputi identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, materi dasar, hingga alokasi waktu. Tentu dokumen ini biasanya akan tebal. Setiap guru wajib menyusun RPP tersebut secara lengkap. Kini, Nadiem menyederhanakan RPP ini.
“Kita akan mengubahnya menjadi format yang jauh lebih sederhana, cukup satu halaman saja untuk RPP,” kata Nadiem.
Nadiem berpendapat, esensi pembelajaran yang terkandung dalam RPP lebih penting ketimbang dokumen RPP itu sendiri. Dengan penyederhanaan penyusunan RPP, dia berharap beban guru berkurang.
4. Perubahan Sistem Zonasi
Nadiem akan mengubah sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Nantinya, kuota penerimaan siswa berprestasi akan menjadi dua kali lipat ketimbang kuota sebelumnya, dari yang tadinya 15% menjadi 30%.
Persentase kuota untuk siswa dalam zona sekolah diturunkan dari yang tadinya 80% menjadi 50%. Nadiem beranggapan tak semua daerah sudah mampu menerapkan sistem zonasi secara kaku. Selain itu, siswa berprestasi juga perlu untuk diakomodasi supaya bisa bersekolah di tempat favorit.
“Zonasi masih bisa mengakomodir anak-anak berprestasi. Kita memberi langkah pertama kemerdekaan belajar di Indonesia,” ujar Nadiem.
Sehingga, kuota sistem zonasi sekolah ala Nadiem Makarim adalah 50% untuk jalur zonasi, 30% untuk jalur prestasi, 15% untuk jalur afirmasi, 5% untuk jalur perpindahan domisili orang tua.
Halaman : 1 2